Penyelesaian Sengketa Hubungan Industrial Melalui Bipartit, Ini Caranya!

Penyelesaian Sengketa Hubungan Industrial Melalui Bipartit, Ini Caranya!

Smallest Font
Largest Font

Bogor - Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dalam satu perusahaan.

Perundingan Bipartit adalah perundingan antara pekerja/buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh dengan pengusaha untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial dalam satu perusahaan, yang dilakukan dengan prinsip musyawarah untuk mencapai mufakat secara kekeluargaan dan keterbukaan.

Perundingan Bipartit merupakan seni penyelesaian antara kedua belah pihak yang dapat dikembangkan sesuai kemampuan, kondisi dan perselisihan yang dihadapi diantara penerima kerja dan pemberi kerja.

Pencegah Terjadinya Perselisihan Hubungan Industrial

A. Pihak Pengusaha

Agar memenuhi hak-hak pekerja/buruh tepat pada waktunya dan membangun komunikasi yang baik dengan pihak pekerja/buruh.

B. Pihak Pekerja/Buruh

Agar elakukan pekerjaannya dengan penuh tanggung jawab dan membangun komunikasi yang baik dengan pihak pengusaha maupun dengan serikat pekerja/serikat buruh.

Setiap terjadi perselisihan hubungan industrial, wajib dilakukan perundingan penyelesaian perselisihan secara bipartit sebelum diselesaikan melalui mediasi atau konsiliasi maupun arbitrase.

Kemudian didalam melakukan perundingan Bipartit, semua para pihak wajib memiliki itikad baik, menghindari atau tidak boleh ada intervensi dari pihak lain, bersikap santun dan tidak anarkis dan menaati tata tertib perundingan yang disepakati.

Dalam hal salah satu pihak telah meminta dilakukan perundingan secara tertulis 2 kali berturut-turut dan pihak lainnya menolak atau tidak menanggapi melakukan perundingan.

Maka, perselisihan dapat dicatatkan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti-bukti permintaan perundingan.

Lampiran Bukti-bukti Permintaan Perundingan Bipartit 

Salinan/copy surat permohonan/permintaan perundingan secara Bipartit yang telah diberikan/dikirimkan pada pihak lainnya yang telah ditanda tangani, diberikan nama jelas serta tanggal penerimaan dari penerima surat (jika yang menerima perusahaan, dapat dimintakan stempel basah dari perusahaan) sebagai bukti tanda terima pengiriman surat tersebut.

Salinan atau copy surat permohonan atau permintaan perundingan secara Bipartit yang telah diberikan atau dikirimkan pada pihak lainnya dengan melampirkan tanda terima surat dari pihak lain yang menerima surat tersebut atau tanda bukti pengiriman surat jika surat tersebut dikirim menggunakan jasa pengiriman.

Berikut Ini Tahapan Perundingan Bipartit

A. Tahap Sebelum Perundingan 

1) pihak yang merasa dirugikan berinisiatif mengkomunikasikan masalahnya secara tertulis kepada pihak lainnya;

2) apabila pihak yang merasa dirugikan adalah pekerja/buruh perseorangan yang bukan menjadi anggota serikat pekerja/serikat buruh, dapat memberikan kuasa kepada pengurus serikat pekerja/serikat buruh di perusahaan tersebut untuk mendampingi pekerja/buruh dalam perundingan;

3) pihak pengusaha atau manajemen perusahaan dan/atau yang diberi mandat harus menangani penyelesaian perselisihan secara langsung;

4) dalam perundingan Bipartit, serikat pekerja/serikat buruh atau pengusaha dapat meminta pendampingan kepada perangkat organisasinya masing-masing;

5) dalam hal pihak pekerja/buruh yang merasa dirugikan bukan anggota serikat pekerja/serikat buruh dan jumlahnya lebih dari 10 orang pekerja/buruh, maka harus menunjuk wakilnya secara tertulis yang disepakati paling banyak 5 orang dari pekerja/buruh yang merasa dirugikan;

6) dalam hal perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan, maka masing-masing serikat pekerja/serikat buruh menunjuk wakilnya paling banyak 10 orang untuk berunding.

B. Tahap Perundingan 

1) kedua belah pihak menginventarisasi dan mengidentifikasi permasalahan;

2) kedua belah pihak dapat menyusun dan menyetujui tata tertib secara tertulis dan jadwal perundingan yang disepakati;

3) dalam tata tertib para pihak dapat menyepakati bahwa selama perundingan dilakukan, kedua belah pihak tetap melakukan kewajibannya sebagaimana mestinya;

4) para pihak melakukan perundingan sesuai tata tertib dan jadwal yang disepakati;

5) dalam hal salah satu pihak tidak bersedia melanjutkan perundingan, maka para pihak atau salah satu pihak dapat mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pekerja/buruh bekerja walaupun belum mencapai 30 hari kerja;

6) setelah mencapai 30 hari kerja, perundingan bipartit tetap dapat dilanjutkan sepanjang disepakati oleh para pihak;

7) setiap tahapan perundingan harus dibuat risalah yang ditandatangani oleh para pihak, dan apabila salah satu pihak tidak bersedia menandatangani, maka hal ketidaksediaan itu dicatat dalam risalah dimaksud;

8) hasil akhir setiap perundingan dibuat dalam bentuk risalah yang sekurang-kurangnya memuat :

Nama lengkap dan alamat para pihak, tanggal dan tempat perundingan, pokok masalah atau objek yang diperselisihkan, pendapat para pihak, kesimpulan atau hasil perundingan dan tanggal serta tanda tangan para pihak yang melakukan perundingan.

9) rancangan risalah akhir dibuat oleh pengusaha,  ditandatangani oleh kedua belah pihak atau salah satu pihak bilamana pihak lainnya tidak bersedia menandatanganinya, dan minimal dibuat rangkap dua untuk diberikan pada para pihak.

C. Tahap Setelah Selesai Perundingan 

1) dalam hal para pihak mencapai kesepakatan, maka dibuat perjanjian bersama yang ditandatangani oleh para perunding dan didaftarkan pada pengadilan hubungan industrial di pengadilan negeri wilayah para pihak mengadakan perjanjian bersama;

2) apabila perundingan mengalami kegagalan maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pekerja/buruh bekerja dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.

Selanjutnya instansi yang akan bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan adalah instansi ketenagakerjaan kabupaten/kota yang berwenang untuk menerima pencatatan perselisihan hubungan industrial dan melakukan mediasi adalah instans tempat pekerja/buruh bekerja.

Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Permen Nomor 31/MEN/XII/2008 tentang Pedoman Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Perundingan Bipartit Pasal 4 ayat (1) huruf (c) angka (2)

Namun, apabila perundingan mengalami kegagalan maka salah satu atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota tempat pekerja/buruh bekerja dengan melampirkan bukti bahwa upaya-upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.

Proses PHK (Bipartit)

Panggil yang bersangkutan dan ketua serikat pekerja/serikat buruh, jelaskan pokok permasalahan sehingga terjadi PHK, bicarakan masalah hak dan kewajiban sesuai aturan/negoisasi, setiap perundingan dibuat risalah, bila selesai dibuat perjanjian bersama dan didaftar di PHI, perundingan paling lama 30 hari dan bila tidak selesai dicatatkan. (Ss)

Editors Team
Daisy Floren
Daisy Floren
Redaksi Author